04 December 2006

Al Qur'an, kebebasan, dan pluralitas

Ayat Inti: Al Qur’an ayat 48 surat 5 (Al Maidaah), ….. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu,
Al Qur’an ayat 22 surat 30 (Ar Ruum), Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui.

Pluralitas adalah mengakui adanya perbedaan dalam segi kehidupan manusia (kebudayaan, sosial, agama). Ayat diatas menyatakan bahwa “kalau Allah mau” semua manusia dijadikan “satu umat” dan Allah tidak melakukan hal itu (menjadikan semua manusia satu umat), karena berlawanan dengan sifat-Nya.

Oleh sebab itu akan bertentangan dengan firman-Nya bila ada kelompok manusia yang berusaha menjadikan semua orang “menjadi satu umat, satu kebudayaan, satu keadaan sosial, dan bahkan satu agama”.

Al Qur’an dan kebebasan beragama.

Al Qur’an ayat 1-6 surat 109 (Al Kaafirun), Katakanlah: "Hai orang-orang kafir, Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku".

Ayat ini berbicara tentang orang kafir. Al Qur’an memberikan kebebasan kepada orang kafir untuk menyembah allah mereka, dan kepada Muhammad (aku) untuk menyembah Allah. Al Qur’an juga menegaskan biarlah orang kafir berbakti kepada agamanya, dan Muhammad (aku) memeluk agamanya.

Kalau Al Qur’an memberikan kebebasan penyembahan Allah dan beragama kepada orang-orang kafir (tidak percaya Allah yang benar), maka terlebih kepada mereka yang beragama Tauhid (Yahudi, Nasrani, Islam) akan diberikan seluas-luasnya dalam hal menjalankan agamanya.

Al Qur’an memberikan kesempatan.

Al Qur’an ayat 8-18 Surat 77 Al Mursalaat, Maka apabila bintang-bintang telah dihapuskan, dan apabila langit telah dibelah, dan apabila gunung-gunung telah dihancurkan menjadi debu, dan apabila rasul-rasul telah ditetapkan waktu (mereka). (Niscaya dikatakan kepada mereka:) "Sampai hari apakah ditangguhkan (mengazab orang-orang kafir itu)?" Sampai hari keputusan, Dan tahukah kamu apakah hari keputusan itu?, Kecelakaan yang besarlah pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan, bukankah kami telah membinasakan orang-orang yang dahulu? Lalu Kami iringkan (azab Kami terhadap) mereka dengan (mengazab) orang-orang yang datang kemudian. Demikianlah Kami berbuat terhadap orang-orang yang berdosa.

Orang kafirpun Allah beri kesempatan sebelum mereka disiksa di api neraka. Kita yang beriman kepada Allah akan memperaktekkan apa yang telah diperintahkan dalam ayat-ayat suci Al Qur’an diatas, yaitu memberikan “kesempatan, menghormati, dan menghargai” mereka yang tidak sepaham, tidak seagama, bahkan kepada mereka yang kafir sekalipun.

Al Qur’an mengakui adanya agama yang berbeda.

Al Qur’an ayat 106 surat 5 (Al Maidaah), Hai orang-orang yang beriman, apabila salah seorang kamu menghadapi kematian, sedang dia akan berwasiat, maka hendaklah (wasiat itu) disaksikan oleh dua orang yang adil di antara kamu, atau dua orang yang berlainan agama dengan kamu, jika kamu dalam perjalanan dimuka bumi lalu kamu ditimpa bahaya kematian. Kamu tahan kedua saksi itu sesudah sembahyang (untuk bersumpah), lalu mereka keduanya bersumpah dengan nama Allah jika kamu ragu-ragu: "(Demi Allah) kami tidak akan menukar sumpah ini dengan harga yang sedikit (untuk kepentingan seseorang), walaupun dia karib kerabat, dan tidak (pula) kami menyembunyikan persaksian Allah; sesungguhnya kami kalau demikian tentulah termasuk orang-orang yang berdosa".

Orang yang memberikan surat wasiat (warisan, atau penyerahan harta kepada anak) biasanya melakukannya pada saat sebelum menjelang ajal/kematian. Bila saat malaikat maut menjemput, sementara kita ingin membuat surat wasiat, sedangkan orang/saudara seagama/seiman tidak ada yang akan dijadikan saksi, maka Al Qur’an membolehkan mengambil saksi dari orang lain yang tidak seagama/seiman dengan kita.

Hal ini mengartikan Al Qur’an mengakui saksi dari orang-orang yang tidak seagama, dan berarti pula mengakui agama lain selain agama yang kita anut.

Kita tidak dapat bersikap pada suatu saat “tidak mengakui agama orang lain”, namun pada saat yang lain “boleh mengakui adanya agama orang yang lain”.

Al Qur’an menyatakan adanya syari’at yang berbeda.

Al Qur’an ayat 67 surat 22 (Al Hajj), Bagi tiap-tiap umat telah Kami tetapkan syari'at tertentu yang mereka lakukan, maka janganlah sekali-kali mereka membantah kamu dalam urusan (syari'at) ini dan serulah kepada (agama) Tuhanmu. Sesungguhnya kamu benar-benar berada pada jalan yang lurus.

Syari’at (ketentuan/aturan tentang berkehidupan) diturunkan Allah kepada manusia berbeda satu dengan yang lain sesuai dengan zamannya. Syari’at pada zaman nabi Musa berbeda dengan syari’at pada zaman nabi Muhammad.

Contoh, syari’at kurban yang dilakukan pada zaman nabi Musa, berbeda dengan syari’at kurban yang dilakukan pada zaman nabi Muhammad. (lihat pelajaran tentang kurban)

Kurban pada zaman Nabi Musa (bani Israel) menekankan pelaksaaan kurban berkenaan dengan keampunan dosa seseorang. Sedangkan pada zaman nabi Muhammad kurban dilakukan pada saat perayaan Haji untuk memperingati pengorbanan nabi Ibrahim saat dicobai oleh Allah untuk menyembelih anaknya sebagai kurban.

Jika Al Qur’an menyatakan bahwa Allah memberikan syari’at yang berbeda kepada satu umat dengan umat yang lainnya, mengapa kita berusaha untuk menyatukan “satu syariat untuk semua umat” ?

Al Qur’an memberi pilihan, bukan paksaan.

Al Qur’an ayat 256 surat 2 (Al Baqarah), Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

Al Qur’an menyatakan, telah jelas jalan yang benar dan yang sesat. Manusia diberikan pilihan untuk menjalaninya. Oleh sebab itu firman-Nya menyatakan “tidak boleh ada paksaan dalam agama”. Artinya Allah memberi pilihan kepada semua manusia untuk menyembah-Nya atau tidak, dengan akibat yang akan ditanggung manusia sebagai akibat dari pilihannya.

Sementara Al Qur’an menyatakan adanya pluralitas (agama yang berbeda, syari’at yang berbeda , umat/bangsa yang berbeda), manusia menginginkan satu agama, satu syari’at, dan satu umat.

Sementara Al Qur’an menyatakan adanya kebebasan (pemberian kesempatan, pemilihan agama, dan tidak boleh ada paksaan), manusia memaksakan agamanya kepada orang lain.

No comments: